Drama Korea – Sinopsis Love (ft. Marriage and Divorce) Episode 7 Part 3, Untuk mencari daftar selengkapnya di goresan pena yang ini ya! Sebaliknya, Kalo Kalian ingin tau dongeng part dua baca dahulu Episode sebelumnya baca di sini.
Di kamarnya Shi Eun menumpahkan semua tangisnya. Wu Ram sama Hyang Ki juga nangis di kamarnya. Hyang Ki selaku anak tertua menjajal untuk tegar. Ia minta Wu Ram untuk semangat. Ada saya dan ibu.
Wu Ram juga minta kakaknya untuk semangat. Aku laki-laki. Aku akan menjagamu dan Ibu dikala besar nanti. Hyang Ki melepaskan pelukannya. Boleh saya minta satu hal? Tanyanya. Wu Ram mengangguk mengiyakan.
Hyang Ki minta apa pun yang terjadi, jangan mendustai ibu. Kalau Ibu kesusahan alasannya kita, hidup Ibu akan nggak bermakna. Ibu nggak akan sanggup bertahan. Wu Ram mengangguk mengiyakan.
Hae Ryun masih di tempatnya. Dia nangis.
Di kamar Shi Eun bangun dan mrmasukkan semua busana Hae Ryun ke dalam koper. Dia nangis talu tetap melakukannya.
Hae Ryun masuk dan duduk di kawasan tidur. Aku akan jujur kepadamu. Kamu mesti mengencani lelaki lain dan melanjutkan hidupmu.
Shi Eun muak dengarnya. Tutup mulutmu. Jangan akal-akalan peduli padaku. Hae Ryun berpikir kalo itu manusiawi. Setelah melakukan pekerjaan puluhan tahun dengan para produser itu. Adakah orang yang kau lihat selaku pria? Kalian sudah menjadikanku penjahat. Benar, saya memang penjahat. Namun, nggak bisakah kau berupaya memahamiku dari posisiku?
Shi Eun gedeg dengarnya. Berusaha?
Hae Ryun berasumsi kalo ia cuma melaksanakan satu kesalahan dan kau lihat bagaimana Hyang Ki mencercaku? Bagaimana dengan yang kulakukan selama ini selaku kepala keluarga dan ayah? Seseorang sanggup berbuat salah. Aku juga melakukan pekerjaan keras. Kalau bukan alasannya perkara ini, saya akan hidup jujur dan benar. Aku juga nggak sengaja.
Shi Eun bangun dan duduk di dingklik depan kawasan tidur. Kemasi barangmu dengan tenang. Kita berjumpa dua hari lagi dan menyerahkan berkasnya.
Hae Ryun kayak nggak terima. Kamu mengusirku? Shi Eun membenarkan. Apakah kau lega alasannya saya nggak menahanmu? Seperti menahan kesal Hae Ryun berterima kasih. Tapi kita sanggup pisah secara manusiawi. Sambil saling berterima kasih? Saling mendoakan?
Shi Eun merasa nggak habis pikir. Ucapan Hyang Ki tadi masih kurang? Bagaimana maksudmu yang lebih manusiawi? Apakah Hyang Ki asal bicara? Mencurahkan kebenciannya?
Hae Ryun ngasih tahu kalo ia lebih dari sekadar merusak hatiku. Shi Eun menyindir apakah kau ingin Hyang Ki meminta maaf? Menenangkan hati ayahnya yang sakit? Apa kau nggak peduli dengan belum dewasa yang terluka? Park Hae Ryun, kamulah penyebabnya! Apa salah anak-anak? Kenapa belum dewasa baik nggak bersalah mesti dibuang dan terluka? Mungkin hari ini mereka terlihat baik-baik saja, tetapi akan ada pengaruh samping yang lebih buruk ketimbang ini. Nggak ada obat untuk rasa sakit hati.
Hae Ryun kayak muak banget. Apa cuma saya yang salah? Semua lelaki di dunia berbuat menyerupai ini. Kamu nggak lihat postingan di internet?
Shi Eun tersenyum nggak habis pikir. Kamu cuma menyaksikan itu? Hanya ada postingan sampah di internet? Nggak ada postingan kepala keluarga yang jujur dan lurus?
Hae Ryun berpikir kalo itu mungkin bukan kisah sebenarnya. Terlihat baik di luar pun, layaknya dua segi koin, matahari dan bulan di langit, atau hitam dan putih. Manusia punya dua sisi.
Shi Eun meminta agar Hae Ryun jangan berupaya membenarkan tindakannya. Apa saya pernah membiarkanmu kelaparan atau menghamburkan gajiku? Tanya Hae Ryun. Apakah saya menganiayamu atau anak-anak? Ini satu-satunya kesalahanku.
Pikirmu begitu? Tanya Shi Eun. Satu-satunya kesalahanmu? Apa kau cuma sekali tidur dengan perempuan itu? Tidur sekali dan minta cerai? Profesor Park yang hebat, cepat kemasi barangmu.
Hae Ryun meminta agar Shi Eun jangan menyindirnya.
Shi Eun menyampaikan kalo kau kesal alasannya ucapan anakmu, bagaimana dengan perasaan Hyang Ki dan Wu Ram? Ayah mereka pergi alasannya orang yang nggak mereka kenal. Hyang Ki nggak meninggikan bunyi dan membelalakkan matanya. Cobalah punya nurani untuk kali terakhir. Shi Eun kemudian bangun dan keluar dari kamar.
Hae Ryun ikut bangun dan keluar. Ia mengambik minuman di kulkas. Saat sudah membukanya secara tiba-tiba ia nggak jadi meminumnya. Ia membuka lemari dapur dan mengambil alkohol. Hatinya terasa nyesek.
Keluarlah kalian. Perintah Hae Ryun. Shi Eun yang berada di kamar mandi hingga kaget. Ia pun keluar. Begitu juga dengan Hyang Ki dan Wu Ram. Hae Ryun menanti mereka di kawasan tadi. Shi Eun kayak dah muak. Kenapa lagi? Hae Ryun nyuruh mereka untuk duduk.
Semuanya menurutinya. Hae Ryun memandang anak-anaknya. Jika menjadi kalian, ayah niscaya merasa dikhianati. Hyang Ki, semua ucapanmu tadi benar. Namun, bisakah kau menimbang-nimbang posisi ayah? Sudah 31 tahun sejak Ayah dan Ibu bertemu. Ayah yakni lelaki pertama untuk Ibumu. Ibumu juga yang pertama untuk ayah. Lupakan soal statistik. Bagaimana sanggup hidup selamanya dengan satu orang yang sama? Itu nyaris nggak mungkin. Masalahnya, kami berjumpa terlalu cepat. Andai kami menikah setelah saling berjumpa orang lain, hal seperti ini nggak akan terjadi.
Ucapanku salah? Tanya Hae Ryun sambil memandang Shi Eun yang masih berdiri. Ayah sungguh-sungguh menyangka akan hidup dengan kontrak yang diucap dikala menikah. Hal-hal nggak terduga terjadi. Begitulah adanya. Hati ayah dicuri menyerupai ibumu yang sudah mencurinya. Ayah nggak berdaya. Ayah akui. Kerasionalan Ayah runtuh. Sebelum menjadi kepala keluarga dan dosen, ayah cuma lelaki biasa. Ada hal yang nggak sanggup ayah kendalikan. Ayah bukan Tuhan. Apa itu hal yang mesti disalahkan? Mungkin kalian nggak menghujat ayah, tetapi perkataanmu menyakiti ayah. Kalau mau dilebih-lebihkan, rasanya ayah ingin melompat dari jendela itu alasannya hina.
Ayah mengancam? Tanya Hyang Ki.
Hae Ryun melanjutkan. Ayah cuma bicara jujur. Hyang Ki menyindir; Sepertinya kami mesti menghibur Ayah. Aku minta maaf alasannya menghasilkan Ayah berat untuk pergi. Aku juga nggak bermaksud begitu. Aku juga ingin mengatakan rasional, tetapi nggak keluar dari mulutku.
Bolehkah ayah menjawabnya? Tanya Hae Ryun. Apakah kau sanggup hidup menyayangi satu pria?
Hyang Ki pikir itu bukan hal mustahil. Ada orang menyerupai Bunda Teresa yang cuma menyayangi Tuhan. Ada banyak pasangan setia juga. Ada juga dokumenter perihal pasangan tua.
Hae Ryun membenarkan. Tentu saja itu bukan hal biasa. Ada orang menyerupai mereka dan ada yang menyerupai ayah. Banyak yang lebih dari itu. Karena itu, mengertilah.
Hyang Ki merasa nggak habis pikir. Kami juga mesti mengerti setelah dibuang? Berkat pengorbanan Ibu… . Nggak, saya nggak akan bilang pengorbanan. Berkat pengabdian dan pinjaman Ibu, Ayah sanggup kuliah di mancanegara dan menjadi dosen menyerupai yang diinginkan. Ayah berjumpa perempuan gres dengan jabatan anggun itu. Kami sudah merelakan Ayah pergi dan nggak akan menahan. Ayah bilang itu masih kurang? Ayah ingin merasa lega juga? Itu sungguh egois.
Hae Ryun menekankan kalo ia cuma minta coba pertimbangkan posisi ayah. Ayah ingin kalian mengerti. Ayah duka kalian menyudutkan ayah begini.
Hyang Ki menginformasikan kalo mereka nggak sanggup mendapat semua yang mereka mau. Hanya Ibu yang mengimbangi cita-cita Ayah. Nggak mudah menjadi menyerupai Ibu. Ayah nggak akan pernah bahagia. Ibu menyerupai lotre untuk Ayah.
Shi Eun menyudahi. Semua sudah usai. Ia kembali ke kamarmya.
Hyang Ki tetap melanjutkannya. “Kita mesti kehilangan untuk mendapatkan.” Sebagai ganti cinta yang baru, kau mesti kehilangan kehormatan selaku ayah.
Hae Ryun menginformasikan kalo di luar negeri, perceraian nggak memisahkan relasi dengan anak. Mungkin relasi ayah dan ibumu sudah berakhir, tetapi apakah mesti dengan kalian juga?
Hyang Ki memandang tajam ayahnya. Kita sekalian saja jadi orang asing. Orang yang serupa sekali abnormal nggak akan menghasilkan sakit hati. Kami selaku anak…sudah cukup menghormati dan menyayangi Ayah. Apakah kami menelantarkan Ayah? Apakah kami yang merusak keyakinan Ayah? Sarapan sarat ketulusan yang Ibu siapkan sejak pagi, dan bekal sarat cinta. Ayah memakannya tiap hari, tetapi tetap berselingkuh. Coba buatlah bekal yang bikin kecapekan itu. Wu Ram dan saya pernah cuma menghasilkan gimbap dan begitu kelelahan. Hidup Ibu sungguh sia-sia. Nggak ada harganya puluhan tahun itu!
Di kamar Shi Eun nangis dengar ucapan putrinya. Ia meniadakan air matanya kemudian keluar. Nggak sia-sia. Asal kalian berkembang menyerupai ini sudah cukup. Lagi pula, kita ini orang asing. Aku tahu maksudmu dan pergilah. Jangan buat belum dewasa lelah. Penjelasan berulangmu nggak akan membenarkan perbuatanmu.
Hae Ryun bangkit. Ia berlangsung beberapa langkah kemudian berbalik. Bukankah masuk akal ada petir dikala hujan lebat? Dalam hidup, kita mengalami naik dan turun. Suami-istri sanggup bercerai. Aku ini lelaki dan manusia. Kenapa mesti menanggung dosa besar itu? Hae Ryun nangis. Kenapa kalian menghakimiku begini alasannya satu kesalahan? Aku lahir dari keluarga miskin. Nggak sepertiku, ayahku nggak bertanggung jawab. Aku tahu betapa baiknya kau padaku. Istri baik yang sesuai dan ibu yang hebat. Hanya saya yang nggak becus. Aku minta maaf. Tapi saya nggak pantas. Itu batasku, dan nggak ada yang sanggup kulakukan. Lebih baik tampar pipiku. Haruskah saya berdosa selamanya?
Hyang Ki menyampaikan kalo Ini benih yang Ayah tabur. Harus kukatakan lagi? Kita mesti kehilangan untuk mendapatkan. Shi Eun mengangkat tangannya dan minta Hyang Ki untuk berhenti.
Hae Ryun nyuruh Hyang Ki untuk keluar dan tanyalah pada orang-orang. Bagaimana sanggup seorang lelaki hidup dengan satu perempuan hingga mati? Aku bukan Yesus Kristus. Aku juga bukan Buddha! Hae Ryun nangis. Nyesek.
Bersambung…