Drama Korea – Sinopsis She Would Never Know Episode 4 Part 1, Simak secepatnya link dari Episode sebelumnya baca di sini. Link dari daftar selengkapnya di goresan pena yang ini.

Jae Shin membelenggu tangan Song Ah dan mendesaknya untuk mengatakannya. Hyun Sung secara tiba-tiba kembali dan menyingkirkan tangan itu. Sunbae memintamu lepaskan. Jae Shin memandang Hyun Sung tajam. Minggir, nggak ada hakmu bicara di sini. Haruskah saya minggir? Tanya Hyun Sung ke Song Ah. Jae Shin menekankan kalo Ini yaitu perintah dari atasan. Minggir, Chae Hyun Sung.
“Sunbae!” Panggil Hyun Sung sambil mengulurkan tangannya ke belakang. Dengan sedikit ragu balasannya Song Ah menggenggamnya. Ia kemudian menekankan ke Jae Shin; Yang sebaiknya minggir itu kamu. Enyahlah dari hadapan wanitaku.
Apa yang kau katakan tadi? Tanya Jae Shin nggak percaya. Kau lupa siapa aku?
“BM-nim dan juga mantan pacarnya Song Ah.”
“Tahu dan masih berkata begitu?”


Hyun Sung membenarkan. Kamu yang menggodanya? Tuduh Jae Shin. Hyun Sung membenarkan kalo ia yang menggodanya. Tak peduli siapa saja yang disampingnya, saya nggak akan menyerah. Terlebih lagi…
Jae Shin mengundang Song Ah dan memintanya untuk keluar dan menyampaikan pribadi padanya. Jika kau nggak mau pergi, kami yang pergi. Ancam Hyun Sung. Sunbae, ayo kita pergi. Ajak Hyun Sung
Song Ah menahan. Ia membenatkan kalo ia yang berubah. Lalu, kini rasa sukaku padanya bahkan membuatku nggak merasa bersalah padamu.
Nggak merasa bersalah? Tanya Jae Shin nggak habis pikir. Song Ah membenarkan, sama sekali enggak. Sekarang apa pun yang kau katakan itu percuma, cukup hingga di sini. Jae Shin nyuruh Song Ah untuk minta Hyun Sung pergi dan mereka bicara berdua. Song Ah mengaku sudah selesai bicara. Kamu pergilah.


Song Ah dan Hyun Sung masuk dan meninggalkan Jae Shin. Akhirnya Jae Shin pergi. Keduanya memantau dari dalam. Dia sudah pergi. Kata Hyun Sung. Song Ah melepaskan tangan Hyun Sung dan meminta maaf.
Senior, tak perlu minta maaf. Ucap Hyun Sung. Meski saya tahu sungguh melelahkan, tetapi tidurlah tanpa menimbang-nimbang apa pun hari ini. Bagaimana? Song Ah mengangguk mengiyakan.

Paginya di saat Hyun Sung hingga di parkiran. Song Ah mengirimnya pesan. Temuiaku di kafe seberang perusahaan.



Hyun Sung ke sana. Nampak Song Ah sudah menunggunya. Ia menghampirinya dan menampilkan secangkir kopi. Americano ditambah dua espresso dan dua sirup vanila, kan? Song Ah berterima kasih dan meminumnya. Sepertinya Senior juga sungguh tidak patuh. Sindir Hyun Sung. Kemarin tidur nggak? Apa hari ini mau cuti? Biar kukerjakan pekerjaanmu. Song Ah mengaku nggak papa.
Ternyata saya masih punya banyak kekurangan, saya akan intropeksi diri. Kata Hyun Sung. Song Ah menatapnya dan meminta maaf, di saat itu saya begitu menolakmu, kini malah jadi begini.
Bagi Hyun Sung malah ini melegakan. Saat itu, nggak meninggalkan Sunbae sendirian di sana. Kalau begitu, saya berutang kecerdikan padamu, meski saya nggak tahu berikutnya mesti bagaimana. Kata Song Ah. Maka, percayalah pada pacarmu ini. Pinta Hyun Sung. Nggak bilang itu sungguhan. Tegas Song Ah. Hyun Sung mengiyakan, cuma pura-pura. Keduanya kemudian meminum kopi masing-masing.


Song Ah merasa nervous di saat berada di lift. Jangan khawatir. Ucap Hyun Sung menenangkan. Jika terjadi sesuatu, saya akan melindungi Sunbae dengan baik. Di perusahaan sebaiknya nggak akan ada masalah. Pikir Song Ah. Dia bukan orang yang menyerupai itu.
Sulit dikatakan, kan? Tanya Hyun Sung. Song Ah pikir mereka juga mesti berhati-hati, jangan terlalu jelas. Hanya akal-akalan biar ia lihat. Jika terlalu terang akan bagaimana? Goda Hyun Sung. Song Ah cuma diam. Hyun Sung mengiyakan dan meyakinkan akan memperhatikannya.
“Perhatikan!”
“Baik, perhatikan”

Pintu lift terbuka. Jae Shin ada di depan. Ketiganya malah terdiam. Nggak mau keluar? Tanya Jae Shin. Song Ah keluar duluan dan Hyun Sung menyusul kemudian.
Song Ah berbalik dan menyaksikan Jae Shin masuk ke lift seakan nggak peduli lagi dengannya. Hyun Sung manggil Song Ah. Song Ah mengiyakan dan lanjut jalan lagi.

Mereka melaksanakan rapat dengan diketuai oleh Jae Shin. Penjualan bulan ini sesuai yang tertulis di laporan, berhenti sekitar 103%. Demi optimalkan jalur pemasaran, sudah diskusi dengan penjualan, tetapi suasana kurang baik. Bagaimana pertumbuhan produk gres bulan depan? Kini, menurut penyusunan rencana akan dikeluarkan di permulaan bulan. Bagaimana proporsi penjualan? Target penjualan bulan depan yaitu 33 miliar.
Jae Shin mengundang ABM Chae Hyun Sung dan menyuruhnya untuk menjawab. Hyun Sung menurut. Volume penjualan 8.2 miliar sekitar 25%. Setiap jalur penjualan ada berapa? Tanya Jae Shin. Hyun Sung menjawabnya lagi. Mall meraih 2.8 miliar, jalur penjualan lain… . Jae Shin memotong. ABM Chae Hyun Sung menduga cuma ada mall satu jalur penjualan saja? Hyun Sung meminta maaf, kelak jalur penjualan lain juga akan kuperhatikan.


Kelak? Bukankah sudah terlalu lambat? Tak melakukan pekerjaan dengan baik di perusahaan, bekerjsama apa yang dipikirkan? Sindir Jae Shin. ABM Chae Hyun Sung. Produk gres bulan depan, sudah kau coba? Hyun Sung mengiyakan. Coba di mana? Di punggung tangan? Apakah pelanggan cuma memakainya di punggung tangan?
Jae Shin lanjut manggil Agen Kang. Saat pengembangan produk, apa kau cuma pakai di punggung tangan? Aku pakai di wajahku. Jawab biro Kang. Agen An, kamu? Aku juga. Namun, kenapa ABM Chae Hyun-seung cuma pakai di punggung tangan? Karena kau pria? Berarti kau tak cocok dengan merek kami, atau sebab kanu meremehkan KLAR dan saya selaku BM ini, jadi bahkan nggak ada ketulusan untuk itu?

Hyun Sung meminta maaf dan meyakinkan akan memperhatikannya. Song Ah memandang Hyun Sung tajam. Kenapa? Ada yang hendak kau sampaikan, ABM Yoon Song Ah? Tanya Hyun Sung.
Song ah meminta maaf pada Jae Shin. Sebagai atasan, saya membimbingnya, tetapi masih ada kekurangan. Jadi, kelak saya akan lebih dekat dengannya, mengajarinya dengan baik. Sampai kini juga belum bisa, meski lebih dekat membimbingnya, apakah itu berguna? Remeh Jae Shin. Kalau begitu, akan dijalankan hingga bisa, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya. Jae Shin terdiam dengarnya. Hyun Sung juga jadi nggak nyaman.


Rapat balasannya selesai. Semuanya meninggalkan ruang rapat kecuali Song Ah dan Jae Shin. Ketua tim Kwon menenangkan Hyun Sung. Nggak masalah, nggak masalah. Hyun Sung menyaksikan Song Ah sebentar kemudian lanjut jalan lagi.
BM-nim, kau sebaiknya bedakan urusan perusahaan dan pribadi. Tegur Song Ah. Jae Shin nggak mau kalah. Menurutku, kau yang lebih mesti begitu. Siapa pun itu mesti diberi kritikan. Song Ah memandang Jae Shin sinis. Jika itu orang lain, kau nggak akan mengkritiknya di depan umum.
Apa alasanmu? Tanya Jae Shin. Seberapa kerasnya saya berpikir tetap nggak tahu apa alasannya. Kita tak ada problem apa pun. Karena itulah saya mau putus. Tegas Song Ah. Orang yang sebaiknya tahu malah nggak tahu apa permasalahannya.
Namun juga tak sanggup terselesaikan dengan cara ini, sebaiknya jelaskan padaku. Bukan melibatkan orang ketiga. Sungguh mau selsai menyerupai ini?


Jangan lanjutkan lagi. Pinta Song Ah dan mau pergi. Jae Shin mengajukan pertanyaan apa sepuluh tahun ke depan dan 20 tahun ke depanmu, apa saya akan senantiasa di masa depanmu? Jadi, pertimbangkanlah sekali lagi.
Bagaimana denganmu, BM-nim? Tanya Song Ah balik. Sepuluh dan 20 tahun ke depanmu, apa ada aku? Jae Shin nggak ngerti. Apa sebab argumentasi ini? Apa saya cuma perlu meyakinkanmu saja? Song Ah membantah. Aku memang ingin putus denganmu menyerupai ini. Ia mengambil dokumennya dan mau pergi.
Jae Shin merasa stress hingga membentak Song Ah. Sebenarnya apa yang kau senangi darinya? Song Ah terkejut dan semakin sunis melihatnya. Jae Shin menghela nafas panjang menyerupai menyesal. Kita diskusikan setelah pulang kerja. Kurasa itu lebih baik.
Song Ah menolak. Aku nggak ingin mengatakan denganmu menyerupai ini lagi. Song Ah bangun dan pergi.

Ha Eun jadi makan sama temannya di kedai makanan kawan dekat ayahnya. Anak lelaki itu memandang Ha Eun muku tetapi Ha Eun malah asik makan. Apa cocok dengan selera Anda? Tanya Yeon Sung ke ibu anak itu. Ibu anak itu mengiyakan. Sungguh enak, mulanya saya juga ingin makan di sini. Berkat Ibu Ha Eun, sanggup makan di sini. Aku dengar belakangan ini, kawasan makan ini sungguh terkenal. Jika pesan sekarang, mesti menanti beberapa bulan gres sanggup makan.
Benarkah? Tanya Yeon Sung berlagak nggak tahu. Apakah kepala koki di sini sungguh bersahabat dengan suamimu? Tanya ibu anak itu. Yeon Sung pikir sebaiknya begitu. Hanya tahu orang rumah sakit tradisional harmoni. Terkadang katanya makan dengan orang dan pulang malam, orang itu yaitu koki di sini.


Ibu itu merasa sungguh iri pada ibu Ha Eun, suaminya yaitu administrator rumah sakit tradisional, juga sungguh mempertahankan keluarga. Kudengar hubunganmu dengan mertua juga sungguh bagus.
Yeon Sung mengiyakan. Tentu saja, ia memperlakukanku menyerupai putri kandungnya. Bahkan kadang menduga saya sungguh putri kandungnya.
Ha Eun malah membantahnya. Sepertinya enggak, Ibu senantiasa bilang mudah-mudahan Nenek pindah ke Antartika. Putri kandung apanya… . Yeon Sung tergesa-gesa menutup ekspresi Ha Eun. Diam. Tadi pagi ia demam, kenapa asal berbicara? Ha Eun, di saat sakit, makanlah lebih banyak biar cepat sembuh. Ayo, cepat makan. Kata Yeon Sung sambil menyuapi putrinya. Patuh sekali, sungguh patuh.
Ibu anak itu mengaku dengar kepala koki di sini belum menikah. Apakah sudah punya pacar? Jika belum, saya ingin kenalkan pada adik perempuanku. Yeon Sung menyerupai nggak tahu soal itu.

Orangnya tiba dengan menenteng makanan lagi. Anak-anak, makanan epilog sudah datang. Yeon Sung termangu lihatnya.


Yeon Sung mengunjungi ruang kerja suaminya dan terus membicarakan wacana kepala koki. Dilihat menyerupai apa pun, ia sungguh harmonis dengan Kakak. Kenapa nggak terpikirkan olehku? Hanya di samping saja, sungguh nggak menyadarinya. Muda, ganteng dan sungguh profesional. Kepala koki Yoo sungguh belum ada pacar, kan? Tanyanya pada suaminya. Wu Hyun nggak menjawab. Yeon Sung mendekat. Aku nggak berani tanya langsung, saya tanya karyawannya di saat keluar, katanya nggak ada. Sungguh nggak punya? Seharusnya nggak punya. Jawab Wu Hyun. Yeon Sung bahagia dengar nya. Ternyata insan memang begitu berjodoh. Ini jodoh untuk berjumpa Kakak. Tahun ini terlalu cepat, menikah tahun depan lebih cocok. Gaun janji nikah Kakak harusnya Ibu yang buat, kan? Aku telepon ia dulu.
Yeon Sung mau mengambil ponselnya tetapi Wu Hyun secara tiba-tiba bilang kalo ia sebaiknya nggak terpesona pada pernikahan. Yeon Sung mengaku tahu, makanya ia terus melajang. Namun, kenapa dengan itu? Cukup buat ia terpesona saja. Jujur saja, saya lebih cemas pada Kakakku. Namun, saya akan pikirkan cara untuk membujuknya. Wu Hyun bangun dan melepas jas dokternya.

Apa kau merasa sedikit nggak senang? Tanya Yeon Sung. Apakah temanmu menjadi abang ipar akan terasa canggung? Kenapa dengan itu? Dia bukan orang lain, ia kawan dekat terbaikmu. Lebih baik dari orang asing, kan? Wu Hyun memakai mantelnya dan tetap nggak bilang apa-apa.
Yeon Sung menghampirinya dan merengek. Sayang, mari kita persiapkan dulu. Kamu urus kepala koki, saya urus Kakak. Bagaimana kalau ahad ini? Wu Hyun menyerupai nggak ingin membicarakannya dan berupaya untuk mengalihkan. Ha Eun kelihatannya ingin makan kue, kita beli camilan manis pulang saja. Dia kemudian jalan meninggalkan istrinya.
Yeon Sung kesal lihatnya. Apa yang sedang kuminta? Kulihat kau pulang cepat, ingin berkencan denganmu, malah cuma mengasihi Ha Eun.


Saatnya pulang kerja. Beberapa karyawan sudah pulang. Jae Shin mengirim pesan. Menunggumu di Anemona.
Jae Shin bangun dan mau pergi. Song Ah malah manggil Hyun Sung dan menanyakan apa malam ini ia punya janji? Hyun Sung membantah. Ia nggak punya urusan lain. Song Ah mengajaknya untuk ikut dengannya untuk menyaksikan produk bersama. Mungkin agak lama, sekalian makan malam bareng saja. Hyun Sung mengiyakan dan bilang akan membenahi dahulu produk di ruang rapat.
Jae Shin nampak kecewa dan kesal. Ia kemudian pergi.


Hyun Sung dan Song Ah makan bersama. Tadi kau sengaja, kan? Tanya Hyun Sung. Apanya? Tanya Song Ah balik. Hyun Sung mengingatkan di saat sebelum mereka keluar. Apakah saya perlu menemuinya langsung? Bagaimana? Apa saya perlu menginjaknya dengan keras, biar ia nggak lagi mendekatimu?
Song Ah melarang. Apa kau mafia? Bahkan mau menginjaknya? Jangan asal bicara, cepatlah makan ramyeon. Masih banyak yang perlu kau pelajari, waktu nggak banyak. Hyun Sung santai. Juga bukan cuma hari ini. Ada besok, ada lusa, dan juga status. Terima kasih sudah menghasilkan argumentasi untuk sanggup bersamamu.
Song Ah malah merasa nggak nyaman. Jelas-jelas sudah sepakat. Ini murni cuma bantuan. Kenapa? Tanya Hyun Sung. Kamu cemas kalo saya akan mengingkari janji? Song Ah membenarkan. Bahkan sungguh khawatir. Hyun Sung melarangnya untuk khawatir. Aku nggak akan memakai ini untuk mengusikmu. Namun, saya nggak berani menjamin sebuah hal. Yaitu kau akan terpesona sepenuhnya padaku.
Apa? Tanya Song Ah kaget. Hyun Sung tersenyum kemudian lanjut makan. Mendadak ia ngasih kimchi ke mangkuk Song Ah.


Song Ah mengajari Hyun Sung gimana memakai produk. Mulai dari foundation. Mengoles di punggung tangan dan wajah itu sungguh berbeda.Bagaimana kalau mulai dari perawatan kulit?
Hyun Sung menahan. Ia memakai ikat rambut dan mengaku sudah siap. Song Ah tersenyum lihatnya. Ia kemudian ngasih produknya ke Hyun Sung. Oles di wajah saja, kan? Tanya Hyun Sung. Song Ah menyuruhnya untuk mengoleskan di kedua pipi, area T, kemudian oles area U.
Bagaimana kalau pribadi ke foundation saja? Tanya Song Ah. Tahu hasilnya, kan?
Sunbae, meski tadi saya melaksanakan kesalahan mengoles di punggung tangan, tetapi saya sungguh menguasainya di penggalan teori. Bukankah ini masker aktris?

Song Ah meminta tangan dan Hyun Sung pribadi memberikannya. Ih tujuannya punggung tangan. Song Ah memberi sedikit foundation dan mau memberi tahu caranya. Hyun Sung memangkas dan mengaku sungguh tahu semua teorinya dan menunjukkannya. Seperti ini pelan-pelan, pelan-pelan. Setelah mengoleskannya pelan-pelan, ratakan dengan jari telunjuk dan jari tengah. Berkilau. Nggak merasa sungguh berkilau? Ia merasa kalo produk KLAR mereka…
Song Ah menasehati biar jangan terlalu lebar. Bagian sudut mata pakai jari tengah dengan pelan… . Hati-hati, jangan biarkan ia masuk ke mata.


Hyun Sung mengaduh. Masuk ke mata. Apa? Sudah masuk ke mata? Tanya Song Ah. Hyun Sung mengiyakan. Song Ah mengambil tisu dan memberikannya pada Hyun Sung. Sudah kubilang untuk berhati-hati. Ini, bersihkan.
Hyun Sung merasa kalo kini nggak sanggup dibersihkan, Sunbae, sekarang…
Kenapa nggak bisa? Tanya Song Ah dan nyuruh Hyun Sung untuk mengambil tisunya. Hyun Sung mengaku nggak berani menjamah mata.
Song Ah nyuruh Hyun Sung untuk menghadapinya. Ia akan menolong membersihkan. Lah setelah Hyun Sung menghadapinya Song Ah malah jadi terdiam. Sunbae! Panggil Hyun Sung. Song Ah membersihkan matanya pakai tisu. Sebentar doang. Sudah, buka matamu.
Hyun Sung mengangkat parasnya dan membuka matanya. Air matanya hingga keluar. Sekarang sudah lebih baik? Tanya Song Ah. Hyun Sung mengiyakan. Song Ah kemudian menyuruhnya untuk menjajal lagi. Hyun Sung mengambil tisu lagi. Ia merasa kalo matanya kelihatannya memerah.

Jae Won yang sedang minum dengan teman-temannya nggak sengaja menyaksikan Jae Shin. Dia masih kepikiran sama undangan putus Song Ah. Jae Won menghampirinya. Jangan minum sendiri, sungguh menghancurkan suasana. Ia menuangkan minuman di gelasnya Jae Shin. Bukannya kau bilang nggak akan datang? Kenapa kau minum sendirian di sini? Ada problem apa?
Jae Shin mengaku cuma ingin minum arak. Jae Won membenarkan. Akhir-akhir ini saya terus membicarakan problem tingkat penjualan dan penjualan Eropa. Memberimu terlampau banyak tekanan. Benar, kan? Namun, yang cuma sanggup dipercaya cuma kau seorang.

Apakah Lee Jae Shin begitu hebat? Tanya salah seorang kawan dekat Jae Won yang menghampiri mereka. Bisa-bisanya Jae Woon begitu mempercayaimu. Ia bahkan menaruh tangannya di bahu Jae Shin.
Jae Won membenarkan. Tentu saja hebat. Perusahaan kami begitu berhasil semua berkat Jae-shin. Benarkah? Tanya kawan dekat Jae Won kayak nggak percaya. Teman Jae Won memberitahu kalo mereka juga berencana berbagi bisnis produk kosmetik dan minta Jae Won untuk meminjamkan Jae Shin padanya. Ia akan mengembalikannya setelah selesai. Teman Jae Won semakin kelewatan. Ia menanyakan pada Jae Shin berapa banyak yang Jae Won berikan padanya? Meski saya nggak tahu berapa yang ia berikan padamu, tetapi menurutku, saya juga sanggup membayarnya. Gaji tahunan seratus juta Won atau seratus lima puluh juta Won?

Jae Won nggak tahan dan menegur temannya. Hei, apa kau sudah mabuk? Jika nggak mabuk, pergi bermainlah ke kawasan lain. Teman Jae Won mengaku nggak mabuk. Ia kembali menanyakan berapa harga Jae Shin sebenarnya. Enggak, cuma sedikit itu. Aku pribadi berikan 300 juta Won saja. Syarat awalnya, setelah kau tiba ke tempatku, kau mesti kerjakan sebaik di saat di tempatnya.
Jae Shin meremehkan kalo itu terlalu sedikit. Namun, berapa pun yang kau berikan, saya juga nggak sanggup pergi.Karena saya juga membedakan orang. Jae Won tertawa dengarnya. Jae Shin kemudian pamit pada Jae Won.
Lihatlah bocah ini. Kamu kira orang di sini nggak tahu bagaimana kau hidup bergantung di sisinya? Karena menghargai tuanmu, jadi menganggapmu yang bukan apa-apa ini selaku manusia. Kamu masih nggak tahu batasanmu. Apa yang kukatakan salah? Kalau begitu sangkallah.

Jae Shin berupaya untuk mengabaikannya dan pergi tetapi orang itu malah menahan tangannya. Nggak dengar saya sedang bicara? Coba katakanlah. Jae Shin hilang ketabahan dan mendorong orang itu kemudian mencekiknya. Lihat terang dirimu dulu. Jika orang lain tahu kebenaran kau selaku penerus ini belakang layar memakai dana untuk berjudi, akan bagaimana? Kurasa kakakmu akan sungguh senang. Apa saya perlu menemuinya?
Orang itu cuma sanggup diam. Jae Shin melepaskannya kemudian pergi. Jae Won mau mengikuti Jae Shin. Ia mengangkat tangannya dan membenahi rambutnya. Lah orang itu malah mundur ketakutan. Apa yang kau takutkan? Sindir Jae Won. Anak yang menyedihkan.

Jae Won menghampiri Jae Shin sesampainya di luar. Tindakanmu bagus, sempurna. Hatiku sungguh senang. Kenapa kau keluar? Tanya Jae Shin. Jae Won mengaku sedang jenuh aja Setelah begitu lama, saya menyaksikan Lee Jae Shin yang sebenarnya. Aku sungguh senang, ini gres Lee Jae Shin. Bagaimana kalau kita cari kawasan lain untuk minum? Jika ke sana ada kafetaria yang tidak mengecewakan bagus.
Jae Shin menolak. Hari ini saya cuma mau istirahat. Benarkah? Kalau begitu, apa boleh buat. Lain kali jangan tolak lagi. Kualitas di sana sungguh bagus.

Hyun Sung mengirim Song Ah hingga depan rumahnya. Song Ah berterima kasih sudah mengantarnya dan berpesan biar Hyun Sung hati-hati di jalan.
Song Ah mau turun tetapi Hyun Sung malah menahan. Ia meriksa sekitar dan menentukan kalo kelihatannya nggak ada, Lee Jae Shin itu. Apa kau sungguh nggak mau memanggilnya BM-nim? Hyun Sung membenarkan. Nggak akan kupanggil begitu. Apa sebab ia lebih renta maka mesti hormat dan sopan padanya? Dia nggak meraih standarku.
Kelak kalau kau nggak bahagia padaku, apa kau juga akan bicara santai padaku? Tanya Song Ah. Hyun Sung pikir itu belum tentu. Song Ah menyudahi, terserah padamu, nggak papa. Namun, kalau kau bicara begitu di hadapanku maka saya nggak akan mengampunimu. Hyun Sung mengiyakan. Ia kemudian mengundang Song Ah dengan namanya.


Sesaat Song Ah terdiam sebelum balasannya ia memarahi Hyun Sung. Dasar, anak ini, dasar…
“Sepertinya hatimu sedikit tergerakkan, kan?”
Song Ah membenarkan kalo hatinya tergerak. Karena saya punya peluang menghajarmu, jadi hatiku sungguh tergerakkan. Aku senantiasa menanti hari ini. Song Ah sungguh kesal hingga mau menyentil dahi Hyun Sung tetapi Hyun Sung nya malah senyum-senyum. Song Ah heran lihatnya. Apa kau bahkan tak menghindar? Hyun Sung mengaku bersedia meski ia dipukuli sekalipun. Karena kau yang mukulin. Ayo, pukullah.
Lah Song Ah malah beneran melakukannya. Mereka tertawa. Kamu kira saya nggak berani memukulmu? Jika ke sana, ada rumah sakit besar. Jika ingin minta rugi, jangan lupa minta bonnya.
Hyun Sung mengeluhkan kepalanya yang terasa sungguh sakit. Song Ah pamit dan turun dari mobil.



Jae Shin sedang di jalan. Ia teringat masa kemudian di saat masih sekolah. Seorang lelaki bareng beberapa orang masuk ke kelas. Mereka murka dan mencarinya. Mereka menyebutkan wacana ayahnya yang kelihatannya sudah membohongi mereka.
Orang-orang itu menghampirinya. Pria itu bahkan melempar bangkunya dan menawan kerah bajunya. Kau tahu ke mana ayahmu kabur, kan? Di mana penipu itu?
Jae Shin mengaku nggak tahu. Pria itu marah. Bagaimana mungkin kau nggak tahu? Katanya mau membesarkan anaknya yang luar biasa itu, dan memohon pada kami. Tapi ternyata ia lari dengan duit jerih payah kami. Uang itu kami dapatkan dengan sulit payah di pasar!
Jae Shin membenarkan. Ia menyalahkan lelaki itu yamh mau ditipu oleh penipu itu? Pria itu murka dan menghantam wajah Jae Shin. Kamu cuma membaca sedikit buku, sudah meremehkan orang dewasa?



Jae Shin tersenyum dan mengejek lelaki itu menyerupai idiot. Kapan saya minta kalian untuk menyekolahkanku? Kalian yang ditipu olehnya, kan? Kalian sendiri yang ditipu oleh penipu mengenaskan itu. Kenapa lampiaskan padaku? Kenapa lampiaskan padaku?
Jae Shin bangun dan mengaku nggak mendapatkan satu sen pun, juga nggak ada keharusan mengeluarkan duit kalian. Jadi, jangan mengusikku lagi.
Jae Shin membenahi meja dan bukunya yang terjatuh di lantai sementara lelaki itu terduduk syok mikirin uangnya.
Jae Won yang bareng temannya tersenyum menyaksikan perilaku Jae Shin.


Setelahnya Jae Shin minta berjumpa dengan Jae Won di atap. Ia meminta Jae Won untuk membelinya. Ia meminta Jae Won untuk mengeluarkan duit hutang ayahnya dan menyekolahkannya ke luar negeri. Ia nggak mau dipindahkan dari sana
Jae Won menyerupai nggak tertarik. Untuk apa ia melakukannya? Jae Shin mengungkit keluarga Jae Won yang sungguh kaya. Kalo ia pergi begitu saja maka kehidupannya cuma akan menyerupai air parit. Dan selaku gantinya ia akan menjadi budak Jae Won seumur hidupnya.
Jae Won mengaku nggak perlu budak. Bagaimana kalau teman? Tanya Jae Won sambil mengulurkan tangannya. Ia merasa kalo itu akan sungguh menarik.
Jae Shin menyambutnya.



Jae Won gres saja menemui koleganya. Asistennya menanyakan apakah kesibukan siang ini dijalankan sesuai planning awal? Mendadak ia menyaksikan Ji Sung lagi bareng Ha Eun. Ia ingin menghampirinya tetapi nggak jadi. Ia pikir sedang berhalusinasi? Dan kalo begitu terus ia akan sakit. Menyebalkan. Apakah perlu melaksanakan kesalahan sekali?
Ia kemudian mencari Ji Sung di lapangan tenis. Sayangnya ia nggak menemukannya. Ia menjajal untuk mengingatkan diri sendiri kalo perempuan itu sudah menikah. Seenggaknya ia mesti menimbang-nimbang jabatan dan juga harga diri. Meskipun mati juga mesti mempertahankan prinsip dasar.
Tiba-tiba ada bola yang mengenai kepalanya. Ia kemudian terpikir kalo perempuan itu yaitu janda yang menenteng anak. Atau mungkin juga orang renta tunggal. Ia kembali tersenyum lau pergi.
Bersambung…